Sejarah Perusahaan Piero
Piero, itulah nama sepatu produk lokal asli
Indonesia yang sudah mendunia. Ya, sepatu piero bisa dibilang sanggup bersaing
dengan produk lain diluar sana. Sayangnya pasar Indonesia sendiri masih
dikuasai produk asing yang diimport dari luar negri, padahal ada produk lokal
asli Indonesia yang harganya jauh lebih murah dan kualitasnya sebanding dengan
produk import dari luar negri. Saat ini, akan dibahas Sejarah Sepatu Piero kenapa
bisa dinamakan seperti itu.
Menurut Djimanto mantan Ketua Asosiasi
Persepatuan Indonesia (Aprisindo) mengatakan, nama Piero berasal dari kata
“urip”. Apa maksudnya?
Djimanto juga menceritakan Sejarah dan Asal
Usul Sepatu Piero, saat dirinya masih menjadi Ketua Aprisindo saat krisis
moneter (krismon) terberat yang pernah dialami bangsa ini yaitu tahun 1998.
Pada saat itu, banyak perusahaan-perusahaan lokal bangkrut, kalau tidak
bangkrut ya masuk ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dikarenakan
menunggak uang BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) atau menjadi sitaan
BPPN.
BPPN juga menyita perusahaan sepatu Star Moon.
Djimanto berusaha membeli perusahaan tersebut karena ia tidak menginginkan
usaha persepatuannya ambruk. Lelaki kelahiran Jogjakarta itu membeli pabrik
sepatu Star Moon dengan harga sangat miring, meskipun tidak mau menyebut harga
belinya.
Permasalahaan langsung menghadang Djimanto saat
membeli perusahaan sepatu ini. 3000 karyawan nasibnya terkatung-katung karena
order berkurang sangat drastis akibat masuknya Star Moon ke BPPN. Djimanto
menekankan agar terus menghidupkan perusahaan itu saat rapat direksi. “Sing
penting urip (yang penting hidup) pabrik, karena 3000 karyawan akan susah kalau
nggak urip,” kata Djimanto saat mengenang masa lalu.
Karena pemilik perusahaan sering mengucap kata
“urip” itulah, salah satu direkturnya mendapatkan ide agar menamakan produk
sepatunya menjadi “urip”. Akan tetapi, nama tersebut dinilai kurang menjual
oleh Djimanto. “Karena nama urip itu kemudian dibalik, karena tidak ada yang
pas, jadinya disisipi huruf lain, jadilah Piero,” tandasnya.
Meskipun bukan mendompleng nama Alesandro del
Piero, sepatu Piero langsung laris manis tanjung kimpul mengikuti melambungnya
nama del Piero sebagai pemain sepak bola kelas dunia pada awal tahun 2000-an.
Del Piero sangat disekali lawan karena tendangannya yang sangat mematikan itu.
Namun pemasaran sepatu merk Piero mulai banyak hambatan saat menjalani perjalanan
yang selanjutnya. Bukannya bersaing dengan produsen sepatu dalam negri yang
lain, akan tetapi kebijakan pemerintah malah membuat perusahaan itu sampai
kalang kabut.
Kebijakan pemerintah yaitu membuka pasar impor
sepatu dari China. Alas kaki murah asal china menyerbu dunia pada awal tahun
2005, termasuk di Indonesia. Sepatu China itu langsung merebut pasar yang
tadinya sempat dikuasai produsen sepatu asli Indonesia, karena harganya yang
jauh lebih murah dan mutunya seimbang.
Tak tahu apa yang terjadi pada produk negara
tersebut, dapat menghasilkan dengan mutu yang bagus dengan cost yang
benar-benar rendah. Djimanto sempat juga pusing dibuatnya. ” Banyak produsen
dalam negeri yang gulung tikar, lantaran tak kuat berkompetisi dengan produksi
China, ” tutur Djimanto.
Puncaknya pada tahun 2007, hampir setengah
market share (pangsa pasar) sepatu serta alas kaki di Indonesia sudah jadi
pasarnya beberapa barang buatan China. Pasar alas kaki dalam negeri waktu itu
yaitu sekitar 15 miliar dolar, sepatu asal China juga memasok jumlah yang sama
ke Indonesia.
Sama juga dengan produsen alas kaki yang lain,
Sepatu Piero juga sempat kelabakan. Juga pernah memikirkan untuk bikin nama
lain dengan membuat nama pemain sepakbola yang saat ini tengah melambung,
umpamanya Ronaldo atau mungkin CR7. ” Namun itu dikuatirkan akan diklaim sama
yang punya nama, ” katanya.
Perusahaan ini memotong karyawan hingga 1500
orang akibat desakan dari China. “Yang lain terpaksa di-PHK, namun terus bisa
order. Istilahnya mereka jadi sub. Apabila perlu kita order ke mereka,”
ujarnya.
Dengan mulai mahalnya harga tenaga kerja China,
alas kaki produksi asal negeri juga mulai meningkat harganya. Menurut dia, saat
inilah peristiwa yang pas bagi produksi asal Indonesia untuk bangkit supaya tak
kalah dari produsen yang lain. ” Syaratnya ya itu, tak ada pungutan retribusi
atau mungkin pungutan-pungutan yang untuk kami sendiri tidak tahu nanti kembali
untuk apa, lantaran kami tak memperoleh keuntungannya, ” jelasnya.
Sumber
>> http://artikel.pricearea.com
Nama :
Ryan Riyadi
NPM :
49214893
Kelas : 2DA02
0 komentar :
Posting Komentar